Pembelian Harta Bersama, Hutang dan Sengketa Pajak

Apakah biaya hidup yang pembuktiannya sukar dilakukan dan pembelian aset dari tanah, saham, mobil dapat menjadi dasar perhitungan pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak? Bagaimana membuktikan hutang menjadi sumber dana untuk pembelian harta? Apakah SPT Pembetulan (Kedua) dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan?

Tulisan ini didasarkan atas sengketa pajak di Pengadilan Pajak dimana Direktur Jenderal Pajak (DJP) membuat koreksi pajak atas  penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar sekitar 14 milyar rupiah untuk tahun pajak 2008 karena Wajib Pajak tidak setuju dengan pandangan DJP atas perhitungan pajaknya.

Pendapat DJP atas Biaya Hidup, Pembelian Aset dan Hibah

DJP melakukan pemeriksaan pajak atas Orang Pribadi yang dapat didasarkan atas Pasal 4 (1)(p) UU PPh, yang menetapkan bahwa yang menjadi Obyek Pajak adalah :

“penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.”

Selain itu pemeriksaan pajak penghasilan untuk Orang Pribadi dapat menggunakan pendekatan biaya hidup ditambah fakta bahwa DJP dapat mengumpulkan informasi pajak Orang Pribadi dari berbagai pihak dari harta hingga kartu kredit

(Baca : Bagaimana Kantor Pajak Memanfaatkan Informasi Pajak Orang Pribadi)

(Baca juga : Biaya Hidup dan Metode Pemeriksaan Orang Pribadi)

DJP menggunakan arus uang tunai dan formulir wawancara biaya hidup untuk mendapatkan perhitungan berikut :

Pendekatan yang dipakai DJP adalah pendekatan transaksi tunai dengan mempertimbangkan factor :

  • C (Consumption),
  • S (Saving) dan
  • I (Investment)

untuk menghitung penghasilan yang belum dilaporkan,  dengan mempertimbangkan informasi yang diungkapkan dalam SPT Tahunan selama 2 tahun, sebesar sekitar 14 milyar rupiah.

Pendapat Wajib Pajak

Ada harta Wajib Pajak berupa tanah yang telah diikutsertakan dalam program Sunset Policy meskipun masih dalam bentuk PPJB dan atas nama orang lain.  Selain itu data yang dimiliki oleh DJP tidak sepenuhnya valid karena ada harta yang sudah diperoleh lebih dari 10 tahun berdasarkan Akta Jual Beli.

Wajib Pajak mengajukan SPT Tahunan Pembetulan tahun 2007 karena adanya informasi yang salah seperti jumlah hutang Wajib Pajak.

Wajib Pajak juga berpendapat bahwa tanah yang dimiliki tidak sepenuhnya dimiliki olehnya tapi juga secara bersama-sama dengan 3 orang lainnya dengan sumber dana yang utamanya berasal dari  pencairan deposito.

Putusan Majelis Hakim

DJP menggunakan transaksi pembayaran PPh final dan BPHTB sebagai tahun transaksi pembayaran meskipun yang terjadi adalah transaksi balik nama sehingga koreksi tersebut dapat dibatalkan.

Majelis  berpendapat bahwa SPT Tahunan Pembetulan tahun 2007 yang menjelaskan tentang hutang Wajib Pajak tetap dapat dipertimbangkan saat persidangan Banding.

Majelis meyakini jual beli tanah di Bandung serta pelunasannya telah dilakukan oleh Wajib Pajak  pada tahun 2007, sedangkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Terbanding adalah untuk tahun Pajak 2008, dengan demikian tidak relevan lagi untuk membahas mengenai asal sumber dana untuk melunasi tanah tersebut sehingga koreksi yang dibuat DJP atas  pos pelunasan hutang yang menurut DJP adalah untuk melunasi tanah di Bandung tidak dapat dipertahankan.

Majelis  setuju dengan pendapat Wajib Pajak dan permohonan Banding dimenangkan oleh Wajib Pajak sehingga koreksi pajak DJP tidak dapat dipertahankan.

(Baca juga: Sengketa Pajak untuk Biaya Hidup dan Aset)

Catatan Penulis :

Wajib Pajak dapat memenangkan sengketa pajak ini dengan menggunakan bukti pendukung yang kuat serta dapat membuktikan bahwa pembelian harta juga dilakukan dalam tahun pajak sebelumnya dengan menggunakan SPT Pembetulan sebagai alat bukti. Hal ini juga menjelaskan pengungkapan hutang dalam SPT Tahunan PPh OP tidak hanya untuk pengungkapan harta orang pribadi.

Layanan Perpajakan
Close
error:
This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.