Hedging, Transaksi Mata Uang Asing dan Perlakuan Pajak Penghasilan

Wajib Pajak telah diwajibkan oleh Pemerintah untuk menggunakan mata uang Rupiah di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
Kewajiban ini bagi sebagian Wajib Pajak dapat menimbulkan masalah dalam hal resiko nilai tukar dan lain-lain.

Untuk mengatasi masalah resiko nilai tukar karena kewajiban rupiah, Wajib Pajak dapat melakukan hedging atau lindung nilai namun bagaimana cara melakukan pembukuannya menurut pajak?

Bagaimana pembukuan atas hedging atau lindung nilai dapat dilakukan menurut pajak penghasilan?

Hedging, sesuai Peraturan Standar Akuntansi Keuangan tentang Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai yang mengatur penandingan (matching) antara saat pengakuan laba atau rugi instrumen lindung nilai dengan saat pengakuan :
– perubahan nilai wajar aktiva atau kewajiban akibat risiko yang dilindungi atau,
– pendapatan dari transaksi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang yang dilindungi.

Bagaimana pembukuan atas hedging atau lindung nilai dapat dilakukan menurut pajak penghasilan?

Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masalah yang paling penting adalah penghasilan atau keuntungan dari transaksi hedging, biaya serta kerugian sehubungan hedging dapat menjadi biaya hingga kewajiban perpajakan, khususnya pajak penghasilan, atas hedging telah dilaksanakan atau dipatuhi.

Hedging atau lindung nilai, menurut PSAK dapat dilakukan terhadap risiko :
a. Nilai wajar aktiva atau kewajiban yang sudah diakui.
b. Nilai arus kas, atau
c. Lindung nilai terhadap risiko valuta asing.

Contoh dari hedging dilakukan atas risiko diatas, sebagai contoh :
– ikatan pasti (komitmen) yang belum diakui (lindung nilai atas nilai wajar valuta asing),
– surat berharga yang tersedia untuk dijual (lindung nilai atas nilai wajar valuta asing),
– transaksi yang diperkirakan akan terjadi (lindung nilai arus kas valuta asing), atau
– investasi bersih dalam kegiatan operasi di luar negeri.

Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masalah yang paling penting adalah penghasilan atau keuntungan dari transaksi hedging, biaya serta kerugian sehubungan hedging dapat menjadi biaya hingga kewajiban perpajakan, khususnya pajak penghasilan, atas hedging telah dilaksanakan atau dipatuhi.

Kasus dibawah dapat menjadi contoh dari perlakuan pajak atas hedging.

Salah satu contoh lindung nilai adalah dengan transaksi derivatif berupa swap yaitu suatu perjanjian antara dua pihak untuk saling mempertukarkan serangkaian pembayaran (cash flows) dalam periode waktu tertentu, yang bisa beberapa tahun, berdasarkan nilai tukar (swap rate) tertentu, untuk tujuan mengurangi/membatasi risiko keuangan.’

Case Study :
PT XYZ melakukan transaksi derivatif berupa swap silang suku bunga (Cross Currency Interest Rate Swap). Transaksi derivatif tersebut dilakukan semata‐mata berdasarkan keputusan bisnis untuk mempertahankan kelangsungan operasional perusahaan. Pada tahun 1997 dan 1998 transaksi derivatif tersebut mengalami kerugian karena menurunnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, karenanya PT XYZ melakukan pembebanan kerugian dari transaksi derivative tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh.
Bagaimana dengan perlakuan PPh atas transaksi swap tersebut?

a. Objek Pajak :
Selisih lebih pertukaran “bunga” Swap yang diterima (cash inflow) oleh PT ABC dari transaksi Cross Currency Interest Rate Swap merupakan Objek Pajak, sedang apabila terjadi selisih lebih pertukaran “bunga” Swap yang dibayar (cash flow out) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau kerugian fiskal, karena tujuan transaksi Swap tersebut yang dapat diakui oleh fiskus adalah sepanjang mengurangi/membatasi risiko kerugian dari perubahan suku bunga pinjaman perusahaan. Perlakuan terhadap selisih kurs yang melekat pada “bunga” Swap tersebut adalah sama;
Atas jumlah pokok (national principal amount) dari transaksi Cross Currency Interest Rate Swap tidak terdapat konsekuensi pajak, karena hanya sebagai dasar perhitungan pembayaran “bunga” Swap;

b. Biaya untuk PPh :
Terhadap bunga pinjaman perusahaan serta selisih kurs yang melekat pada bunga dan pokok pinjaman tersebut yang menjadi acuan transaksi Cross Currency Interest Rate Swap (sebagai underlying transaction), perlakuan pajaknya sesuai ketentuan umum yang berlaku. Demikian juga dengan kerugian yang dapat terjadi. Ketentuan yang dilihat adalah Pasal 6 (1) UU PPh yang menjelaskan tentang biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk antara lain biaya bunga serta kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

c. Perlakuan pajak internasional :
Atas pembayaran “bunga” Swap kepada pihak (counterpart atau bank) di luar negeri wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% atau sesuai ketentuan tax treaty yang berlaku. pihak yang wajib membayarkan.

Kesimpulan :
Transaksi hedging yang dapat memberikan lindung nilai atas resiko yang dihadapi Wajib Pajak karena kewajiban penggunaan rupiah juga mempunyai konsekuensi dalam hal pajak penghasilan. Perencanaan dan pembukuan yang baik tentunya diperlukan oleh Wajib Pajak khususnya dalam hal tax planning, contohnya dalam hal transaksi dengan mata uang asing atau pihak luar negeri yang dilakukan bagian pembelian atau penjualan baik bagi perusahaan manufaktur atau perusahaan dagang.

Bagi DJP, sorotan yang utama mungkin adalah apakah beban atau biaya sehubungan dengan hedging dapat menjadi biaya untuk perhitungan pajak penghasilan

Layanan Perpajakan
Close
error:
This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.