Sengketa Royalti untuk Know-How Menurut Transfer Pricing

Dapatkah pembayaran royalti atas know-how kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa menjadi biaya dalam perhitungan PPh Badan menurut peraturan Transfer Pricing?

Apakah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menentukan, dalam pemeriksaan, bahwa pembayaran royalti atas know-how bukan merupakan biaya wajar atas dasar arm’s length principle berdasarkan Pasal 18(3) UU PPh? Bagaimana membuktikan bahwa Wajib Pajak mendapat keuntungan atas know-how dari pemilik know-how tersebut apalagi jika pemilik merupakan pemegang saham dari Wajib Pajak tersebut?

Artikel ini didasarkan atas sengketa banding di Pengadilan Pajak yang terjadi karena DJP menganggap bahwa pembayaran royalti atas know-how tidak dapat menjadi biaya untuk perhitungan PPh Badan berdasarkan arm’s length principle sebagai hasil pemeriksaan pajak. Wajib Pajak, PT Indo, mengajukan Banding kepada Pengadilan Pajak atas keputusan keberatan karena beranggapan bahwa pembayaran royalti atas know-how kepada pemegang saham di Jepang, Nippon Co, telah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau biasa disebut arm’s length principle.

Pendapat DJP atas Royalti dan Know-How
Dalam sengketa tersebut, DJP berpendapat bahwa royalti atas know-how tidak bisa dijalankan karena:

– Pembayaran royalti didasarkan atas Basic Agreement on Management and Technical Assisstance antara Wajib Pajak dan pemegang saham dan bukan perjanjian khusus atas royalty.

– Secara substansi tidak terdapat / tidak dapat dibuktikan adanya transfer informasi atau teknologi (know-how) sebagaimana yang disebutkan oleh Wajib Pajak.

– Perjanjian antara pemegang saham asal Jepang dan Wajib Pajak diketahui hanya merupakan perjanjian dalam rangka pemberian jasa teknik (technical assistance) dan jasa manajemen (management services). Dengan demikian pembebanan royalty tidak relevan diterapkan dalam kasus ini.

Pendapat Wajib Pajak atas Royalti dan Know-How
Wajib Pajak memberikan pendapat mengapa know-how dapat menjadi dasar dari pembayaran royalty dan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau arm’s length principle :

– Dasar hukum yang dipakai oleh Pemohon Banding adalah Pasal 6 ayat (1) dari UU PPh, dimana besarnya Penghasilan Kena Pajak ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya royalty.

– Know-how dapat digolongkan, sesuai Undang-Undang, sebagai informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik.

– Berdasarkan perjanjian maka pemegang saham bersedia dan berkewajiban memberi kepada Wajib Pajak berupa technical advice, design, informasi dan pengalaman dalam memproduksi parts dan peralatan lainnya

– Informasi yang disampaikan berkenaan dengan lay-out pabrik dan teknis produksi yang diperoleh dari pengalaman selama bertahun-tahun dan bersifat rahasia.

– Definisi royalti didasarkan atas pemahaman menurut UU PPh bahwa royalti adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Definisi lainnya juga didasarkan atas P3B atau Tax Treaty yang menjelaskan tentang royalty.

– Penjelasan lebih lanjut tentang definisi know-how dan aktiva tidak berwujud lainnya dapat mengacu pada OECD Transfer Pricing Guidelines.

Permasalahan :
Ada beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan baik oleh Wajib Pajak maupun oleh Pemeriksa Pajak atau khususnya pihak DJP dalam sengketa pajak diatas untuk masalah transfer pricing dan know-how:
– Bagaimana cara membuktikan bahwa telah terjadi transfer of knowledge dari pemilik know-how, dalam hal ini pemegang saham sebagai dasar pembayaran royalti? Bukti apa saja yang dapat diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak?
– Dapatkah Wajib Pajak memberikan bukti, sebagai contoh pemberian know-how, berupa korespondesi email hingga pelatihan tertentu untuk keperluan produksi perusahaan?
– Apa saja bukti dari keuntungan dari pembayaran royalti dari Wajib Pajak kepada pemegang saham?

Bagaimana cara membuktikan bahwa telah terjadi transfer of knowledge dari pemilik know-how, dalam hal ini pemegang saham, sebagai dasar pembayaran royalti?

Kesimpulan :
Wajib Pajak perlu mempersiapkan bukti, tidak hanya berupa Transfer Pricing Documentation, bahwa royalti yang dibayarkan kepada pihak terafiliasi atas transfer informasi atau pengetahuan (know-how) telah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) sesuai Pasal 18(3) UU PPh untuk menyelesaikan atau bahkan menghindari sengketa pajak dalam masalah transfer pricing.

Dalam sengketa pajak ini, Majelis Hakim pada akhirnya sependapat dengan Wajib Pajak, PT Indo, karena adanya bukti-bukti yang diberikan oleh Wajib Pajak atas transfer informasi dan teknologi.

Layanan Perpajakan
Close
error:
This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.